Selasa, 17 Mei 2011

WelCOme ACeh


Aceh BUkan lah daerah yang di landa konflik,,,,tapi aceh sudah berbenah untuk mencapai kemajuan !!!

WElcome !!!!!!!

Mesjid Raya Baiturrahman merupakan salah satu daya tarik wisata budaya yang paling menonjol di Banda Aceh, sekaligus menjadi “icon” pariwisata Aceh. Bangunan ini secara strategis terletak di jantung Kota Banda Aceh yang dilengkapi dengan berbagai arsitektur dan ornamen khas Aceh yang luar biasa. Mesjid ini menjadi salah satu sasaran kunjungan wisatawan.

Mesjid ini dibangun sekitar 12 abad yang lalu dan pernah dibakar beberapa kali termasuk ketika Belanda menyerang Kuta Raja (Banda Aceh) pada tahun 1873. Kemudian pada tahun 1883 Belanda membangun kembali mesjid tersebut dalam upaya mengambil hati rakyat Aceh. Bangunan mesjid ini memiliki lima buah kubah dan dinding yang lebar serta kerangka yang besar. Di sekitar dasar kubah, dinding dan pilar terdapat bermacam jenis hiasan yang menarik.




Atu Tingok, Indahnya Takengon dan Laut Tawar dari Puncak


Dataran Tinggi Gayo Aceh Tengah, dikenal banyak menyimpan keindahan panorama terutama disekitar Danau Laut Tawar. Dari sekian banyak objek wisata, hanya beberapa saja yang sudah dikenal dan sering dikunjungi. Salah satu yang belum terpublikasi adalah kawasan Atu Tingok, bertempat di Kampung Dedalu Kecamatan Lut Tawar atau sejajar dengan sisi selatan Danau Lut Tawar dan daratan Kota Takengon. 

Disebut Atu Tingok karena keberadaan beberapa bongkah batu besar yang teronggok di kawasan Bur Telege (sekarang banyak disebut Bur Gayo dan sempat disebut Bur Peteri Bensu).

Atu Tingok tersebut berada dibagian gunung yang sangat miring dan terjal dengan ukuran sekitar 4 x 3 meter agak menonjol keluar seperti tersangkut saja sehingga bagi pengunjung yang ingin berdiri diatasnya akan merasa was-was, khawatir akan menjadi beban bagi batu tersebut dan terguling ke bawah.

Dari Atu Tingok akan tampak hamparan luas kota Takengon. Bagian kota dari Tan Saril, Bies, Belang Gele di sisi barat lalu sepanjang kawasan tanggul Boom - Mendale Kebayakan persis sejajar dan hamparan Danau kebanggaan rakyat negeri Antara di sisi timur.

Angin sepoi-sepoi menerpa daun-daun pinus menyuguhkan musik alam ditingkahi suara burung-burung kecil serta lengkingan suara burung elang. Saat berkunjung kesana, malah ada seekor elang berwarna keputihan yang lazim disebut warga Gayo sebagai Kalang Siki meliuk-liuk diudara.

Menuju Atu Tingok sebenarnya sangat tidak sulit, dibandingkan dengan tempat ketinggian lainnya di Aceh Tengah seperti ke Pantan Terong di Kecamatan Bebesen, sisi barat Kota Takengon. Disamping dekat dimata hanya sekitar 2 kilometer dari pusat kota Takengon juga akses jalan yang lebih dari dua pertiganya bisa diakses dengan segala jenis kenderaan tanpa harus mengandalkan kekuatan mesin secara maksimal.

Dengan kenderaan roda empat, pengunjung dapat dengan aman memarkirnya di jalan terpuncak tanjakan persisnya di sekitar Telege (Gayo : sumur) Bur Gayo. Keberadaan sumur di puncak gunung membuat nama pegunungan ini disebut Bur Telege. Nama ini kemudian berubah menjadi Bur Gayo karena beberapa tahun lalu ada penanaman pohon Pinus yang sengaja membentuk tulisan "Gayo" yang dulu nampak jelas terbaca dari kota Takengon tentu saat pohon-pohon tersebut masih kecil.

Mengasyikkan perjalanan menuju Bur Telege, seluruh sisi kota Takengon dan saat tiba di punggung Bur Telege akan dapat dinikmati panorama perkampungan Pedemun dan teluk One-one yang dipenuhi dengan keramba jaring apung milik warga yang diperindah dengan baground Bur Birah Panyang, sebuah gunung yang paling khas dan indah yang memagari danau Lut Tawar dengan hamparan sawah dikakinya.

Untuk mencapai Atu Tingok, dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar setengah kilometer. Bisa dipilih menapaki tangga beton atau di jalan tanah. Pengunjung dapat beristirahat disebuah shelter yang dibangun Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah beberapa tahun silam. Disekitar shelter, biasanya berkeliaran kuda-kuda, kerbau dan sapi milik sekitarnya yang dilepaskan bebas berkeliaran. Keberadaan hewan-hewan peliharaan diketinggian gunung tentu menjadi daya tarik sendiri bagi pengunjung.

Perjalanan menjadi agak sulit di 50 meter terakhir, belum ada akses jalan setapak sehingga cenderung agak bersemak. Akan tetapi ketidakramahan suasana perjalanan yang hanya puluhan meter tersebut dipastikan akan hilang saat anda berada di Atu Tingok. Berjuta rasa keindahan akan segera membuai dan membuat kita terbius untuk betah berlama-lama. Kesal, jika anda tidak membawa kamera.

Satu lagi, jika beruntung, maka akan mendapati sebuah bangunan monumen atau tugu di sekitar Atu Tingok. Sebuah monumen yang menurut Irsyad, tokoh masyarakat Kecamatan Lut Tawar dibangun dimasa awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 dengan ukuran tinggi sekitar 2 meter dan lebar 1 meter. Ada yang menyebut monumen ini sebagai Tugu 45 Bur Gayo.

Monumen ini dibangun oleh Gubernur Aceh saat itu H Ali Hasymi dan menamai kawasan Atu Tingok dengan Bur Peteri Bensu.

Sayangnya, lokasi persis dari monumen ini tidak diketahui karena ditutupi semak belukar walau sudah beberapa kali dicari bersama orang yang sudah pernah mengunjunginya. Kiranya, cukup banyak alasan agar pihak terkait dapat membuka akses dan merawat monumen tersebut yang merupakan salah satu saksi sejarah kota Takengon.

Bagi peminat hiking, perjalanan dari Atu Tingok bisa dilanjutkan menuju Ujung Baro, lokasi hotel Renggali Takengon dengan menyusuri punggung bukit. Butuh sarung tangan dan baju lengan panjang jika tidak ingin terluka akibat semak berduri karena belum ada jalan resmi disana. Sangat dianjurkan untuk membawa golok untuk membuka jalur serta lotion untuk perlindungan dari serangan Pacat yang menunggu segarnya darah anda.

Jalur lainnya menuju teluk One-one tanpa harus melewati jalan semula. Dengan jalan tanah sekitar 2 kilometer akan langsung menikmati kopi Gayo, gorengan hangat serta ikan bakar di caf�-caf� dipinggiran danau. Untuk jalur ini, semenatara hanya bisa dilalui dengan kenderaan roda dua, sepeda atau berjalan kaki.

Jika ingin melihat-lihat suasana danau, perjalanan bisa dilanjutkan menuju timur dan keliling danau dengan jarak tempuh sekitar 46 kilometer. Dan jika ingin kembali ke kota Takengon, tinggal belok kiri saja. Tak sampai 2 kilometer akan tiba kembali di pusat kota berhawa dingin tersebut.

Perjalanan lintas Bur Gayo alias Atu Tingok atau Burni Peteri Bensu sering dijadikan sebagai lokasi hiking warga Takengon dan track favorit para pecinta sepeda gunung baik tipe Xcross Country (XC) maupun Down Hill (DH) juga pehobi fotografi mengabadikan rangkaian panorama tersebut.

Iboih dan Gapang

Walaupun masih ada obyek wisata budaya atau sejarah, kota kecil yang tenang, di pulau yang cantik ini wisata alam adalah daya tarik utamanya, terutama laut. Taman-taman laut yang indah di sekitar Pulau Rubiah menjadi tujuan utama wisatawan yang datang ke sini. Pengunjung bisa memilih untuk menyelam, snorkling, berkeliling dengan perahu, bermain kano atau memilih semuanya.Tsunami yang datang akhir Desember tahun lalu memang sedikit merusak keindahan taman bawah air di sekitar Pulau Weh ini, seperti diakui Junet, seorang penduduk Iboih yang sering mengantarkan wisatawan mendatangi taman laut disekitar Iboih. Tetapi kerusakan terumbu itu berangsur pulih, ikan-ikan pun mulai terlihat datang bermain-main di sekitar terumbu karang. Kerusakan yang terjadi tidak seperti kerusakan yang diakibatkan oleh manusia, seperti bom misalnya.

Iboih dan Gapang adalah dua tempat yang biasa dituju para wisatawan. Fasilitas untuk menikmati keindahan laut pulau ini tersedia lengkap bagi wisatawan yang tidak membawa peralatan sendiri. Bahkan dulu terdapat warnet berkecepatan tinggi untuk mengakses internet, sayangnya fasilitas ini rusak dihantam tsunami. Menurut penuturan Junet internet digunakan menjadi seperti ensiklopedia untuk mengetahui jenis spesies yang ditemukan di laut saat snorkling atau menyelam, atau digunakan untuk mengirim berita, foto dan artikel tentang spesies-spesies itu.

boih dan Gapang biasanya ramai pada tiap akhir pekan. Dan Gapang lebih ramai karena memiliki lebih banyak bungalow, disitu juga terdapat sebuah hotel berbintang. Penulis sendiri merasakan kekurangnyamanan akibat terlalu ramainya Gapang.

Bungalow di sana berbentuk panggung, terdiri dari satu ruangan kecil yang hanya sedikit lebih besar dari tempat tidur. Fasilitas sanitari yang sering dikeluhkan pengunjung manca negara terpisah dari bungalow. Bungalow-bungalow itu dibangun berkelompok membentuk kompleks menurut pemiliknya. Dan satu kompleks bungalow biasanya memiliki satu fasilitas sanitari dan tempat makan sendiri-sendiri, walau masih terdapat rumah makan di kampung terdekat

Tugu Kilometer Nol

 Tempat ini adalah tempat yang monumental, memiliki nilai strategis bagi kedaulatan wilayah negara. Tapi mungkin tidak banyak yang bisa dilihat di tempat ini selain bangunan monumen dan papan petunjuk yang berisi bahwa tempat itu sebagai titik acuan penghitungan jarak di Indonesia. Tempat itu memang berada di tengah hutan di ujung pulau paling ujung di Indonesia. Jika tidak terbiasa, hati-hati dengan monyet liar yang mendiami tempat itu, biasanya monyet liar tersebut akan berusaha merebut barang barang yang ada pada kita. Jalan menuju monumen ini cukup sulit mendaki dan disekelilingnya tumbun hutan liar bangunan ini kurang terawat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Sigli, aceh, Indonesia
tampang gw biasa jha,,,,nggak pinter,,,dan nggak sombong walau banyak yang bila gw cuek orangnya tapi aslinya gw nggak kek gitu kalau dibilang kaku ea sieh,,oleh karena itu mudah2an gw bisa dapat cwek yang aktif tapi tidak agresif...hehe